Siang
itu pintu pagar tinggi rumah di Jalan Rungkut Lor V Nomor J-17,
Perumahan YKP, terbuka separo. Rumah tersebut milik mantan Kajati DKI
Jakarta dan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Soedibyo
DI ruang tengah rumah tersebut, sepuluh anggota
keluarga besar almarhum Soedibyo berkumpul. Mereka belum lama kembali ke
rumah dari Bandara Juanda. Keluarga itu memilih membatalkan penerbangan
dan agenda liburan akhir tahun yang telah dipersiapkan lima bulan
terakhir. Lima koper besar pun masih berjajar di pinggir sofa ruang
tamu.
Di ruang itu, keluarga telaten meladeni media. Sesekali rengekan bayi
yang ditimang-timang dua ibu muda terdengar. Ari Putro Cahyono, 33,
putra almarhum Soedibyo, paling sering mewakili keluarga untuk
memberikan pernyataan.
Tak kurang setiap lima menit
handphone pria yang akrab disapa Ari itu berdering karena panggilan dari sanak saudara, rekan dekat, hingga media.
Ari mengaku sempat menggerutu ketika keluarganya harus ketinggalan
pesawat yang seharusnya mendaratkan mereka di Singapura pada pukul 10.40
WIB kemarin. Tanpa sepengetahuan dirinya, ternyata jadwal pesawat itu
telah dimajukan oleh pihak maskapai.
Namun, ternyata itu kehendak Tuhan. Justru ketidaktahuan tersebut yang
menyelamatkan keluarga besar Nyonya Soedibyo atau Mudjilah Kasimin. Ari
sejatinya dijadwalkan berangkat bersama sang istri, Anggi Mahesti, serta
dua anaknya, Gideon Satriorenoult dan Putri Sekararum yang masih
berusia sebelas bulan. Sementara itu, Joedhey Ribawanto membawa sang
istri, Christianawati, kakak Ari, serta anaknya (Daniel Chandra
Winotorenoult, 7; Rahardian Putro Wicaksono, 5; dan Soedibyo
Samuelrenoult yang baru berumur tujuh bulan).
Ceritanya, keluarga tersebut sejatinya sudah memesan tiket pesawat
menuju Singapura dengan maskapai AirAsia. Tiket dipesankan oleh Ari yang
berdomisili di Mojoroto, Kediri. "Tiket saya beli di agen milik teman
saya pada 4 Agustus 2014," ujar Ari.
Pihak maskapai kemudian memberikan kode penerbangan QZ 351 jurusan
Surabaya (SUB)-Singapura (SIN) yang berangkat pada Minggu, 28 Desember,
pukul 07.30. Pesawat itu dijadwalkan tiba di Singapura pada pukul 10.40.
Tetapi, beberapa hari sebelum keberangkatan, jadwal dimajukan menjadi
pukul 05.20. Padahal, Ari dan keluarganya baru tiba di bandara pada
pukul 05.30. "Saat tiba di bandara, saya juga dengar
final call
untuk penumpang AirAsia. Tapi, saya santai saja karena istri dan ibu
saya masih di belakang. Ternyata benar, kami ketinggalan pesawat," urai
Ari.
Begitu tahu ketinggalan, Ari sempat marah-marah kepada petugas AirAsia.
Apalagi, dia merasa tak diberi tahu sebelumnya. Rupanya pihak AirAsia
sudah menelepon dua kali, tetapi tak diangkat. Kemudian, AirAsia juga
mengirim pemberitahuan melalui
e-mail, tapi belum dibuka Ari.
Gara-gara hal itu, pihak AirAsia berencana mengganti penerbangan Ari dengan berangkat ke Singapura via Jakarta. "Kami ditawari
flight
ke Jakarta pukul 12.45 dan dari Jakarta ke Singapura pukul 16.30,"
bebernya. Saat itu keluarga bersedia menerima penjadwalan ulang
penerbangan. Bahkan, Ari dan keluarganya memutuskan untuk menunggu
penerbangan ke Jakarta dan berada di ruang
ticketing.
Namun, semua keceriaan untuk berangkat liburan itu sontak berubah. Ari
mendengar kabar hilangnya pesawat AirAsia justru dari sesama penumpang
yang kebetulan baru mendapat cerita tentang nasib penerbangannya. "Mas
benar-benar dapat berkat Tuhan. Pesawat (AirAsia) yang tadi
lost contact," kata Ari, menirukan ucapan penumpang tersebut.
Begitu mendengar kabar itu, Ari bersama sembilan anggota keluarganya
langsung lemas. Mereka tak bisa berkata-kata lagi. "Dari mulut kami,
hanya keluar kata-kata puji Tuhan, puji Tuhan!" ujarnya. Juga, karena
permintaan sang mama, Mudjilah, untuk batal berangkat, seluruh keluarga
memutuskan pulang. "Kami juga sudah hilang nyali untuk berangkat. Badan
juga masih merinding," tutur Ari.
Padahal, sudah dua tahun lalu keluarga besar tersebut ingin menyambut
tahun baru bersama di Singapura. Biasanya, keluarga besar hanya
merayakannya dengan sederhana di Kota Pahlawan, di kediaman orang tua.
Ari menambahkan,
packing barang dan penentuan destinasi sudah
dipersiapkan tiga bulan terakhir. Selain itu, keluarga besar tersebut
berkumpul sejak awal Desember lalu, sebelum merayakan Natal. "Dua tahun
terakhir hanya kami rayakan bersama di rumah mama. Inginnya
kan jalan-jalan ke Universal Studios
sama anak-anak," tambah Christiana, anak pertama Soedibyo yang berdomisili di Kota Malang.
Alhasil, seluruh tiket tempat hiburan, akomodasi hotel, dan sebagainya
terpaksa hangus. Nilai semua itu pun cukup lumayan, lebih dari Rp 50
juta. "Kami rela semua dana itu hangus. Karunia keselamatan jauh lebih
berharga," ujar Ari.
Ari maupun kakaknya, Christiana, juga tidak merasakan sedikit pun
firasat janggal sebelum berangkat. Namun, biasanya mamanya selalu paling
bersemangat bila ada agenda jalan-jalan sekeluarga. "Mama biasanya
paling heboh kalau diajak
traveling. Tapi, malam Minggu sebelum berangkat, mendadak merasa
nggak
enak badan. Tapi, karena semua tiket dan akomodasi dipesan, ya tetap
berangkat," ujar seorang pengusaha diler motor di Kota Kediri tersebut.
Sementara itu, di tengah pembicaraan, Mudjilah menyahut dengan
mengatakan bahwa kondisinya tidak terlalu mengkhawatirkan. Hanya, dia
merasa bahwa tekanan darahnya naik Sabtu malam lalu. "Sebenarnya masih
bisa kalau dipakai jalan-jalan. Biasa, tensi darah sering naik kalau
lelah," ujar Mudjilah.
Seperti halnya dengan Ari, Christiana mengatakan bahwa keluarganya tak
henti-henti mengucap syukur karena lolos dari musibah. Sebagai bentuk
rasa syukur, tadi malam mereka langsung menggelar doa bersama dengan
keluarga besar.